Sabtu, 15 Oktober 2011

tugas "naskah tv" ku




Arti Seorang Ayah





PENULISAN NASKAH TV
Nama             : Indrawati (iin)
Nim                : 42100571
Kelas              : 42.3E.01
Judul             : Arti Seorang Ayah
Tema             : Moral

Ide cerita :
ide yang dipakai dalam cerita ini berdasarkan pengalaman hidup dari seorang anak yang dapat membuat saya dan pembaca merenungi bagaimana arti dari hidup ini tanpa seorang “ayah”. Ide ini muncul setelah saya membaca artikel kisah nyata di sebuah blog yang berisikan tentang pengalaman anak nya. Pengalaman ini menjadikan saya merenung dan bersyukur karna masih mempunyai ayah.
Tema :
Moral
Karakterisasi :
Devi  (7 tahun)
Seorang anak yang masih duduk di kelas 2 SD yang selalu bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Anak yang mandiri, dan bercita-cita ingin menjadi seorang dokter.

Sari (25 tahun)
Sari adalah ibu devi, bertubuh kurus dan menggunakan jilbab. Seorang ibu yang sabar dan selalu memberikan motifasi kepada anaknya. Sari ditinggal suaminya meninggal dan menjadikannya lebih tegar untuk mengurus devi (anak) satu-satunya yang ia miliki.

Grace (26 tahun)
Grace adalah ibu temannya devi (rama) yang selalu iri melihat ibunya devi (sari) jika tengah mengantar devi. Grace berpenampilan mewah dan slalu memakai perhiasan di tubuhnya. Grace iri karna sari selalu disapa ramah oleh para guru-guru devi dan iri melihat prestasi devi yang selalu menjadi juara kelas dibandingkan rama.


Sinopsis :
Devi , seorang gadis kecil cantik dan periang. Ayah nya telah meninggal saat umurnya 3 tahun, namun dalam situasi seperti inilah yang membuat devi menjadi seseorang gadis tegar dan sangat menghargai apapun yang ia miliki. Walaupun ayah nya telah tiada, devi selalu membuat ibunya bangga dengan prestasinya disekolah. Disekolah devi selalu menjadi kebanggaan oleh guru-guru dan teman-temannya.
Ibu devi selalu menangis ketika mengingat kenangan-kenangan suaminya, tapi devi selalu membuat ibunya tersenyum kembali disaat itu.
Disuatu ketika, devi harus berbicara tentang “ayah” di depan podium ruang pertemuan sekolahnya. Tetapi ibu devi  kawatir karena tahu apa yang dihadapi putrinya nanti. Ibu devi tidak ingin devi masuk sekolah, tetapi devi  malah bersemangat untuk memberitahu siapa ayahnya.
Sesampainya mereka tiba di ruang pertemuan sekolah. Ruangan itu ramai dengan para ayah yang menemani putra-putri mereka, malah beberapa dari ibu mereka juga ikut mendampingi. Hanya si gadis kecil yang duduk bersama ibunya. Ibunya menunduk menyembunyikan kegalauan sementara si putri sibuk menyapa teman-temannya dengan riang.
Satu persatu anak-anak maju ke depan, bercerita tentang ayah mereka. Si gadis kecil memperhatikan dengan seksama membuat si ibu semakin gundah. Tangannya yang gemetar tak mampu mengusir kekuatiran menunggu giliran si gadis kecil.
Akhirnya tibalah giliran si gadis kecil. Saat ia berdiri, sang ibu sempat ragu namun si gadis kecil meraih tangannya dan mengajaknya ke depan. Mereka berjalan dan ditengah perjalanan ada yg berbisik “ayah macam apa yang tak bisa menemani putrinya di hari sepenting ini.” Si ibu duduk di mana seorang ayah seharusnya duduk menemani si gadis kecil dan di depannya si gadis kecil memulai kisahnya tentang ayah.
Dialog :
Gadis kecil itu sedang bersiap-siap ke sekolah, ia menghabiskan sarapan paginya penuh semangat. Hari ini adalah hari dimana ia harus berbicara tentang ayah. Ibu kelihatan kuatir karena tahu apa yang hadapi putrinya nanti.

Pagi hari (06.30wib) dirumah, dimeja makan.
Ibu                         : (berbisik) “sayang, tak usah masuk sekolah saja hari ini…”
Devi                       : (sambil menghabiskan sarapan paginya dan tertawa kecil) “ini kesempatan memberitahu teman-temanku siapa sebenarnya ayahku, ibu”
Ibu                         : “baiklah nak, sekarang habiskan sarapan mu dulu..” (sambil gelisah)
Pagi hari (07.00) tiba di ruang pertemuan sekolah dan dihadiri banyak ayah dan ibu yang menemani putra putrinya. Hanya si gadis kecil (devi) yang bersama dengan ibunya. ibunya menunduk menyembunyikan kegalauan sementara si putri sibuk menyapa teman-temannya dengan riang.
Satu persatu anak-anak maju ke depan, bercerita tentang ayah mereka. Si gadis kecil memperhatikan dengan seksama membuat si ibu semakin gundah. Tangannya yang gemetar tak mampu mengusir kekuatiran menunggu giliran si gadis kecil. Lalu devi menenangkan ibunya.
Devi                       : “ibu, jangan kuatir ya.. devi pasti bisa”
Ibu                         : (tersenyum) “iya sayang.. (sambil memeluk)”
Akhirnya tibalah giliran si gadis kecil. Saat ia berdiri, sang ibu sempat ragu namun si gadis kecil meraih tangannya dan mengajaknya ke depan. Tiba-tiba ada ibu dari temannya devi berbicara sinis.
Grace (ibu rama): “ayah macam apa yang tak bisa menemani putrinya di hari sepenting ini.” 
Tetapi devi dan ibunya menghiraukannya, karena tahu sifatnya. Lalu si ibu duduk di mana seorang ayah seharusnya duduk menemani si gadis kecil dan di depannya si gadis kecil memulai kisahnya tentang ayah.
Devi                       : (dengan tegas dan tenang nya dia berbicara)
“Ayah yang kukenal bukanlah ayah yang menemaniku bermain bola, bukan ayah yang bisa menciumku setiap saat dia inginkan, bukan ayah yang bisa kusambut ketika ia pulang kerja, juga bukan ayah yang bisa membelaku saat aku diganggu anak yang nakal, dia  juga bukan ayah yang bisa menemaniku saat aku sedang sakit, bahkan ayah tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun untukku walaupun sekali saja. Tetapi bukan karena ayahku jahat atau terlalu mementingkan pekerjaannya, ayahku mungkin terlalu baik hingga Tuhan ingin ayah bersamaNya. Aku tak membenci Tuhan karena aku tahu Tuhan sangat sayang padaku dan Ayah, Tuhan pasti punya rencana lain untuk kami hingga ia memisahkan aku dan ayah.”
Gadis kecil terdiam dan memandang kesekelilingnya, menatap wajah-wajah di hadapannya.
“Ayah memang tak pernah ada di sisiku, tapi ia menemaniku setiap saat. Setiap kali aku bersedih, aku hanya tinggal menutup mataku sejenak dan memanggil namanya. Ia akan datang meskipun cuma aku yang tahu karena hatiku merasakannya. Ketika aku rindu menatap wajahnya, foto ayah akan menemaniku dalam tidur. Ayah memang tak bisa mengajariku bermain ataupun belajar, tapi ia mengajariku menjadi anak yang mandiri karena aku tak punya ayah yang membantuku, aku belajar menjadi anak yang berani karena tak ada ayah yang membelaku, aku belajar menjadi anak berprestasi karena aku ingin ayahku bangga di surga sana, aku ingin berhasil menjadi dokter karena aku ingin ibu punya alasan untuk melanjutkan hidupnya.”
Lalu ia diam sejenak, menutup mata dan berbisik.
“aku beruntung karena ada ibu yang menemaniku, yang membantuku mengenal ayah sejak aku bayi dan aku tahu ayah ada di sini, melihatku dengan senang karena aku sudah memperkenalkannya pada semua agar semua orang tahu betapa berartinya ayah bagiku. Suatu hari nanti jika aku bisa bertemu dengannya di surga, aku akan berkata aku mencintainya dan selalu bangga menjadi anaknya.”
Orang-orang yang berada di ruangan itu tersentak mendengar devi berbicara. Mereka semua memberikan tepuk tangan haru dan bangga kepada devi. Lalu ibunya memeluk devi.


                                                                                                                                                                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar